Unifah Rosyidi/SISKA NIRMALA/PR
JAKARTA,
(PR).-Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menentang rencana
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemendikbud yang akan
menghentikan program PLPG atau Pendidikan dan Latihan Profesi Guru.
Apalagi, hingga saat ini masih tersisa tak kurang dari 400.000 guru
pegawai negeri sipil atau PNS yang belum lolos sertifikasi. Pendidikan
Profesi Guru (PPG) sebagai pengganti dipandang tidak memihak guru.
PLPG merupakan program agar guru bisa mendapat sertifikasi. Program iniyang bergulir sejak 2005. Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi mengatakan, pelaksanaan PPG yang diluncurkan tahun ini dan sebagai program pengganti PLPG merupakan kebijakan yang tak memihak guru.
Menurut dia, PPG sangat membebani guru dalam jabatan karena harus menanggung sendiri sebagian biaya pendidikan yang berjalan selama 6 bulan. Sementara itu, biaya pelaksanaan PLPG sepenuhnya ditanggung pemerintah.
“Alasannya, PLPG dihapus karena sudah berjalan lebih dari 10 tahun. Nah, sekarang kalau Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan tak mampu mensertifikasi semua guru dalam 10 tahun, apakah ini salah guru? Merekanya saja yang tidak mampu menjalankan program dengan baik. Kok jadi guru yang menjadi korban. Kalau PPG tetap jalan, PGRI akan menggugat karena ini melanggar UU,” ucap Unifah di Gedung Guru PGRI Pusat, Jakarta, Kamis 1 Juni 2017.
Unifah menjelaskan, PLPG dijamin UU nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah nomor 74/2008 tentan Guru. Ia menyatakan, Dirjen GTK (Guru dan Tenaga Kependidikan) tak bisa menghapuskan PLPG begitu saja karena masih ada guru yang belum lulus sertifikasi. “Jika PLPG dibatasi sepuluh tahun dan selesai maka bukan kesalahan guru. Harusnya ada tafsir untuk penyelesaiannya,” katanya.
Ia menyatakan, jumlah guru PNS di semua jenjang pendidikan juga masih kurang. Dengan demikian, PGRI mendesak pemerintah untuk segera mengangkat guru honorer menjadi PNS. “Data yang dirilis pemerintah soal jumlah guru itu surplus sama sekali tidak benar dan menyesatkan. Profesi guru sekarang tak ada perlindungan, terutama nasib guru dan tenaga kependidikan honorer,” ucapnya.
Ia menyatakan, PPG untuk tahun ini memprioritaskan guru produktif untuk SMK dengan kuota sebanyak 2.500 guru. Setiap peserta akan mendapat subsidi Rp 7.5 juta untuk mengikuti pendidikan selama 6 bulan.
“Saat ini kita kekurangan guru produktif untuk SMK sebanyak 91.816 orang untuk mengajar pada 52 keahlian di SMK. Guru yang lulus PPG akan mendapat tunjangan profesi guru diberikan pada guru yang memiliki sertifikasi profesi,” ujarnya.
Direktur Pembelajaran Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti Paristiyanti Nurwardani menambahkan, subsidi Rp 7.5 juta untuk membantu biaya pendidikan. “Sedangkan untuk biaya hidup, akomodasi, dan komsumsi selama mengikuti PPG ditanggung oleh peserta. Para guru akan dimengikuti PPG selama enam bulan dengan 16 kali pertemuan,” ujarnya.***
Sumber : www.pikiran-rakyat.com
PLPG merupakan program agar guru bisa mendapat sertifikasi. Program iniyang bergulir sejak 2005. Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi mengatakan, pelaksanaan PPG yang diluncurkan tahun ini dan sebagai program pengganti PLPG merupakan kebijakan yang tak memihak guru.
Menurut dia, PPG sangat membebani guru dalam jabatan karena harus menanggung sendiri sebagian biaya pendidikan yang berjalan selama 6 bulan. Sementara itu, biaya pelaksanaan PLPG sepenuhnya ditanggung pemerintah.
“Alasannya, PLPG dihapus karena sudah berjalan lebih dari 10 tahun. Nah, sekarang kalau Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan tak mampu mensertifikasi semua guru dalam 10 tahun, apakah ini salah guru? Merekanya saja yang tidak mampu menjalankan program dengan baik. Kok jadi guru yang menjadi korban. Kalau PPG tetap jalan, PGRI akan menggugat karena ini melanggar UU,” ucap Unifah di Gedung Guru PGRI Pusat, Jakarta, Kamis 1 Juni 2017.
Unifah menjelaskan, PLPG dijamin UU nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah nomor 74/2008 tentan Guru. Ia menyatakan, Dirjen GTK (Guru dan Tenaga Kependidikan) tak bisa menghapuskan PLPG begitu saja karena masih ada guru yang belum lulus sertifikasi. “Jika PLPG dibatasi sepuluh tahun dan selesai maka bukan kesalahan guru. Harusnya ada tafsir untuk penyelesaiannya,” katanya.
Ia menyatakan, jumlah guru PNS di semua jenjang pendidikan juga masih kurang. Dengan demikian, PGRI mendesak pemerintah untuk segera mengangkat guru honorer menjadi PNS. “Data yang dirilis pemerintah soal jumlah guru itu surplus sama sekali tidak benar dan menyesatkan. Profesi guru sekarang tak ada perlindungan, terutama nasib guru dan tenaga kependidikan honorer,” ucapnya.
PLPG tidak maksimal
Dirjen GTK Kemendikbud Sumarna Surapranta mengatakan, PPG telah melewati kajian mendalam dengan melibatkan Kementeritan Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Ia menjelaskan, PLPG tidak berjalan maksimal karena banyak guru yang tidak memenuhi kualifikasi. Program ini dialokasikan dari anggaran program sertifikasi guru 2005 yang belum tersalurkan. Maka kita maksimalkan dengan menggelar PPG,” ucap Pranata.Ia menyatakan, PPG untuk tahun ini memprioritaskan guru produktif untuk SMK dengan kuota sebanyak 2.500 guru. Setiap peserta akan mendapat subsidi Rp 7.5 juta untuk mengikuti pendidikan selama 6 bulan.
“Saat ini kita kekurangan guru produktif untuk SMK sebanyak 91.816 orang untuk mengajar pada 52 keahlian di SMK. Guru yang lulus PPG akan mendapat tunjangan profesi guru diberikan pada guru yang memiliki sertifikasi profesi,” ujarnya.
Direktur Pembelajaran Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti Paristiyanti Nurwardani menambahkan, subsidi Rp 7.5 juta untuk membantu biaya pendidikan. “Sedangkan untuk biaya hidup, akomodasi, dan komsumsi selama mengikuti PPG ditanggung oleh peserta. Para guru akan dimengikuti PPG selama enam bulan dengan 16 kali pertemuan,” ujarnya.***
Sumber : www.pikiran-rakyat.com
Post a Comment